Monday, June 10, 2013

Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia



Sejak diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

banyak aspek positif yang diharapkan dalam pemberlakuan Undang-Undang tersebut. Otonomi Daerah memang dapat membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan daerah untuk mengatur diri sendiri. Kewenangan ini menjadi sebuah impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu penting atau sebagai pelaku pinggiran. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah sangat baik, yaitu untuk memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan pembangunan.
Pada masa lalu, pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan dengan dalih pemerataan pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari pembangunan, daerah justru mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan kewenangan yang didapat daerah dari pelaksanaan Otonomi Daerah, banyak daerah yang optimis bakal bisa mengubah keadaan yang tidak menguntungkan tersebut. 
Beberapa contoh keberhasilan dari berbagai daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu:

1. Di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, masyarakat lokal dan LSM yang mendukung telah berkerja sama dengan dewan setempat untuk merancang suatu aturan tentang pengelolaan sumber daya kehutanan yang bersifat kemasyarakatan (community-based). Aturan itu ditetapkan pada bulan Oktober yang memungkinkan bupati mengeluarkan izin kepada masyarakat untuk mengelola hutan milik negara dengan cara yang berkelanjutan. 
2. Di Gorontalo, Sulawesi, masyarakat nelayan di sana dengan bantuan LSM-LSM setempat serta para pejabat yang simpatik di wilayah provinsi baru tersebut berhasil mendapatkan kembali kontrol mereka terhadap wilayah perikanan tradisional/adat mereka.

Kedua contoh di atas menggambarkan bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah dapat membawa dampak positif bagi kemajuan suatu daerah. Kedua contoh diatas dapat terjadi berkat adanya Otonomi Daerah di daerah terebut. 
Selain membawa dampak positif bagi suatu daerah otonom, ternyata pelaksanaan Otonomi Daerah juga dapat membawa dampak negatif. Pada tahap awal pelaksanaan Otonomi Daerah, telah banyak mengundang suara pro dan kontra. Suara pro umumnya datang dari daerah yang kaya akan sumber daya, daerah-daerah tersebut tidak sabar ingin agar Otonomi Daerah tersebut segera diberlakukan. Sebaliknya, bagi daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya, mereka pesimis menghadapi era otonomi daerah tersebut. Masalahnya, otonomi daerah menuntut kesiapan daerah di segala bidang termasuk peraturan perundang-undangan dan sumber keuangan daerah. Oleh karena itu, bagi daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya pada umumnya belum siap ketika Otonomi Daerah pertama kali diberlakukan. 
Selain karena kurangnya kesiapan daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya dengan berlakunya otonomi daerah, dampak negatif dari otonomi daerah juga dapat timbul karena adanya berbagai penyelewengan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah tersebut. 

Berbagai penyelewengan dalam pelaksanan otonomi daerah:
1. Adanya kecenderungan pemerintah daerah untuk mengeksploitasi rakyat melalui pengumpulan pendapatan daerah.
Keterbatasan sumberdaya dihadapkan dengan tuntutan kebutuhan dana (pembangunan dan rutin operasional pemerintahan) yang besar. Hal tersebut memaksa Pemerintah Daerah menempuh pilihan yang membebani rakyat, misalnya memperluas dan atau meningkatkan objek pajak dan retribusi. Padahal banyaknya pungutan hanya akan menambah biaya ekonomi yang akan merugikan perkembangan ekonomi daerah. Pemerintah daerah yang terlalu intensif memungut pajak dan retribusi dari rakyatnya hanya akam menambah beratnya beban yang harus ditanggung warga masyarakat. 
2. Penggunaan dana anggaran yang tidak terkontrol
Hal ini dapat dilihat dari pemberian fasilitas yang berlebihan kepada pejabat daerah. Pemberian fasilitas yang berlebihan ini merupakan bukti ketidakarifan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah.
3. Rusaknya Sumber Daya Alam 
Rusaknya sumber daya alam ini disebabkan karena adanya keinginan dari Pemerintah Daerah untuk menghimpun pendapatan asli daerah (PAD), di mana Pemerintah Daerah menguras sumber daya alam potensial yang ada, tanpa mempertimbangkan dampak negatif/kerusakan lingkungan dan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Selain itu, adanya kegiatan dari beberapa orang Bupati yang menetapkan peningkatan ekstraksi besar-besaran sumber daya alam di daerah mereka, di mana ekstraksi ini merupakan suatu proses yang semakin mempercepat perusakan dan punahnya hutan serta sengketa terhadap tanah. Akibatnya terjadi percepatan kerusakan hutan dan lingkungan yang berdampak pada percepatan sumber daya air hampir di seluruh wilayah tanah air. Eksploitasi hutan dan lahan yang tak terkendali juga telah menyebabkan hancurnya habitat dan ekosistem satwa liar yang berdampak terhadap punahnya sebagian varietas vegetasi dan satwa langka serta mikro organisme yang sangat bermanfaat untuk menjaga kelestarian alam.
4. Bergesernya praktik korupsi dari pusat ke daerah
Praktik korupsi di daerah tersebut terjadi pada proses pengadaan barang-barang dan jasa daerah (procurement). Seringkali terjadi harga sebuah barang dianggarkan jauh lebih besar dari harga barang tersebut sebenarnya di pasar. 
5. Pemerintahan kabupaten juga tergoda untuk menjadikan sumbangan yang diperoleh dari hutan milik negara dan perusahaan perkebunaan bagi budget mereka.

No comments:

Post a Comment