Sejak diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah,
banyak aspek positif yang diharapkan dalam pemberlakuan
Undang-Undang tersebut. Otonomi Daerah memang dapat membawa perubahan positif
di daerah dalam hal kewenangan daerah untuk mengatur diri sendiri. Kewenangan
ini menjadi sebuah impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik
cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu
penting atau sebagai pelaku pinggiran. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah
sangat baik, yaitu untuk memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya,
mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan
pembangunan.
Pada masa lalu, pengerukan potensi daerah ke pusat
terus dilakukan dengan dalih pemerataan pembangunan. Alih-alih mendapatkan
manfaat dari pembangunan, daerah justru mengalami proses pemiskinan yang luar
biasa. Dengan kewenangan yang didapat daerah dari pelaksanaan Otonomi Daerah,
banyak daerah yang optimis bakal bisa mengubah keadaan yang tidak menguntungkan
tersebut.
Beberapa contoh keberhasilan dari berbagai daerah
dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu:
1. Di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, masyarakat
lokal dan LSM yang mendukung telah berkerja sama dengan dewan setempat untuk
merancang suatu aturan tentang pengelolaan sumber daya kehutanan yang bersifat
kemasyarakatan (community-based). Aturan itu ditetapkan pada bulan Oktober yang
memungkinkan bupati mengeluarkan izin kepada masyarakat untuk mengelola hutan
milik negara dengan cara yang berkelanjutan.
2. Di Gorontalo, Sulawesi, masyarakat nelayan di
sana dengan bantuan LSM-LSM setempat serta para pejabat yang simpatik di
wilayah provinsi baru tersebut berhasil mendapatkan kembali kontrol mereka
terhadap wilayah perikanan tradisional/adat mereka.
Kedua contoh di atas menggambarkan bahwa
pelaksanaan Otonomi Daerah dapat membawa dampak positif bagi kemajuan suatu
daerah. Kedua contoh diatas dapat terjadi berkat adanya Otonomi Daerah di
daerah terebut.
Selain membawa dampak positif bagi suatu daerah otonom,
ternyata pelaksanaan Otonomi Daerah juga dapat membawa dampak negatif. Pada
tahap awal pelaksanaan Otonomi Daerah, telah banyak mengundang suara pro dan
kontra. Suara pro umumnya datang dari daerah yang kaya akan sumber daya,
daerah-daerah tersebut tidak sabar ingin agar Otonomi Daerah tersebut segera
diberlakukan. Sebaliknya, bagi daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya,
mereka pesimis menghadapi era otonomi daerah tersebut. Masalahnya, otonomi
daerah menuntut kesiapan daerah di segala bidang termasuk peraturan
perundang-undangan dan sumber keuangan daerah. Oleh karena itu, bagi
daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya pada umumnya belum siap ketika
Otonomi Daerah pertama kali diberlakukan.
Selain karena kurangnya kesiapan daerah-daerah yang
tidak kaya akan sumber daya dengan berlakunya otonomi daerah, dampak negatif
dari otonomi daerah juga dapat timbul karena adanya berbagai penyelewengan
dalam pelaksanaan Otonomi Daerah tersebut.
Berbagai penyelewengan dalam pelaksanan otonomi
daerah:
1. Adanya kecenderungan pemerintah daerah untuk
mengeksploitasi rakyat melalui pengumpulan pendapatan daerah.
Keterbatasan sumberdaya dihadapkan dengan tuntutan
kebutuhan dana (pembangunan dan rutin operasional pemerintahan) yang besar. Hal
tersebut memaksa Pemerintah Daerah menempuh pilihan yang membebani rakyat,
misalnya memperluas dan atau meningkatkan objek pajak dan retribusi. Padahal
banyaknya pungutan hanya akan menambah biaya ekonomi yang akan merugikan
perkembangan ekonomi daerah. Pemerintah daerah yang terlalu intensif memungut
pajak dan retribusi dari rakyatnya hanya akam menambah beratnya beban yang
harus ditanggung warga masyarakat.
2. Penggunaan dana anggaran yang tidak terkontrol
Hal ini dapat dilihat dari pemberian fasilitas
yang berlebihan kepada pejabat daerah. Pemberian fasilitas yang berlebihan ini
merupakan bukti ketidakarifan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan
daerah.
3. Rusaknya Sumber Daya Alam
Rusaknya sumber daya alam ini disebabkan karena
adanya keinginan dari Pemerintah Daerah untuk menghimpun pendapatan asli daerah
(PAD), di mana Pemerintah Daerah menguras sumber daya alam potensial yang ada,
tanpa mempertimbangkan dampak negatif/kerusakan lingkungan dan prinsip
pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Selain itu, adanya
kegiatan dari beberapa orang Bupati yang menetapkan peningkatan ekstraksi
besar-besaran sumber daya alam di daerah mereka, di mana ekstraksi ini
merupakan suatu proses yang semakin mempercepat perusakan dan punahnya hutan
serta sengketa terhadap tanah. Akibatnya terjadi percepatan kerusakan hutan dan
lingkungan yang berdampak pada percepatan sumber daya air hampir di seluruh
wilayah tanah air. Eksploitasi hutan dan lahan yang tak terkendali juga telah
menyebabkan hancurnya habitat dan ekosistem satwa liar yang berdampak terhadap
punahnya sebagian varietas vegetasi dan satwa langka serta mikro organisme yang
sangat bermanfaat untuk menjaga kelestarian alam.
4. Bergesernya praktik korupsi dari pusat ke
daerah
Praktik korupsi di daerah tersebut terjadi pada
proses pengadaan barang-barang dan jasa daerah (procurement). Seringkali
terjadi harga sebuah barang dianggarkan jauh lebih besar dari harga barang
tersebut sebenarnya di pasar.
5. Pemerintahan kabupaten juga tergoda untuk
menjadikan sumbangan yang diperoleh dari hutan milik negara dan perusahaan
perkebunaan bagi budget mereka.
No comments:
Post a Comment