Penyebab tidak optimalnya pelaksanaan Otonomi
Daerah di Indonesia:
1. Lemahnya pengawasan maupun check and balances.
Kondisi inilah kemudian menimbulkan
penyimpangan-penyimpangan dan ketidakseimbangan kekuasaan dalam pelaksanaan
otonomi Daerah
2. Pemahaman terhadap Otonomi Daerah yang keliru,
baik oleh aparat maupun oleh warga masyarakat menyebabkan pelaksanaan Otonomi
Daerah menyimpang dari tujuan mewujudkan masyarakat yang aman, damai dan
sejahtera.
3. Keterbatasan sumberdaya dihadapkan dengan
tuntutan kebutuhan dana (pembangunan dan rutin operasional pemerintahan) yang
besar, memaksa Pemda menempuh pilihan yang membebani rakyat, misalnya
memperluas dan atau meningkatkan objek pajak dan retribusi, dan juga menguras
sumberdaya alam yang tersedia.
4. Kesempatan seluas-luasnya yang diberikan kepada
masyarakat untuk berpartisipasi dan mengambil peran, juga sering disalah
artikan, seolah-olah merasa diberi kesempatan untuk mengekspolitasi sumber daya
alam dengan cara masing-masing semaunya sendiri.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yang
seharusnya berperan mengontrol dan meluruskan segala kekeliruan implementasi
Otonomi Daerah tidak menggunakan peran dan fungsi yang semestinya, bahkan
seringkali mereka ikut terhanyut dan berlomba mengambil untung dari perilaku
aparat dan masyarakat yang salah . Semua itu terjadi karena Otonomi Daerah
lebih banyak menampilkan nuansa kepentingan pembangunan fisik dan ekonomi.
6. Kurangnya pembangunan sumber daya manusia /
Sumber Daya Manusia (moral, spiritual intelektual dan keterampilan) yang
seharusnya diprioritaskan. Sumber Daya Manusia berkualitas ini merupakan kunci
penentu dalam keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah. Sumber Daya Manusia yang
tidak/belum berkualitas inilah yang menyebabkan penyelenggaraan Otonomi Daerah
tidak berjalan sebagaimana mestinya, penuh dengan intrik, konflik dan
penyelewengan serta diwarnai oleh menonjolnya kepentingan pribadi dan kelompok.
No comments:
Post a Comment